Selasa, 02 Februari 2010

KEBIJAKAN SOSIAL & PKH

KEBIJAKAN SOSIAL ,PERLINDUNGAN SOSIAL

DAN PROGRAM KELUARGA HARAPAN

Kebijakan Sosial

Salah satu tujuan dari penyelenggaraan pemerintahan adalah mewujudkan kesejahteraan rakyatnya. Untuk mewujudkan hal tersebut diperlukan tindakan atau keputusan keputusan pilihan yang diambil oleh lembaga lembaga pemerintah sebagai pemangku dan penyelenggara pemerintahan.

Kebijakan public adalah keputusan keputusan atau pilihan pilihan tindakan yang bersifat strategis atau garis besar yang secara langsung mengatur pengelolaan dan pendistribusian sumberdaya public (alam, financial dan manusia) demi kepentingan rakyat banyak, penduduk, masyarakat atau warga Negara. Sebuah keputusan yang bersifat mengikat public maka kebijakan politik harus dibuat oleh mereka yang memegang otoritas politk. Mereka harus menerima mandate dari public atau orang banyak, umumya melalui suatu porses Pemilu untuk bertindak atas nama, dan mewakili kepentingan rakyat banyak.(Suharto, 2009).

Salah satu bentuk kebijakan public yang penting dalam sebuah negara adalah kebijakan sosial. Semakin maju sebuah negara semakin tinggi perhatiannya terhadap pentingnya kebijakan sosial. Kebijakan sosial (Social Policy) adalah kebijakan public (public policy) yang penting di negara negara modern dan demokratis. Semakin maju dan demokratis sutau negara , semakin tinggi perhatian negara tersebut terhadap pentingnya kebijakan sosial. Sebaliknya , di negara negara miskin dan otoriter kebijakan sosial kurang diperhatikan.

Pengertian Kebijakan Sosial

Istilah ‘kebijakan’ yang dimaksud dalam materi ini disepadankan dengan kata bahasa Inggris ‘policy’ yang dibedakan dari kata ‘wisdom’ yang berarti ‘kebijaksanaan’ atau ‘kearifan’. Kebijakan sosial terdiri dari dua kata yang memiliki banyak makna, yakni kata ‘kebijakan’ dan kata ‘sosial’ (social).

Menurut Ealau dan Prewitt, kebijakan adalah sebuah ketetapan yang berlaku yang dicirikan oleh perilaku yang konsisten dan berulang, baik dari yang membuatnya maupun yang mentaatinya (yang terkena kebijakan itu) (Suharto, 1997). Kamus Webster memberi pengertian kebijakan sebagai prinsip atau cara bertindak yang dipilih untuk mengarahkan pengambilan keputusan. Titmuss mendefinisikan kebijakan sebagai prinsip-prinsip yang mengatur tindakan yang diarahkan kepada tujuan-tujuan tertentu (Suharto, 1997). Kebijakan, menurut Titmuss, senantiasa berorientasi kepada masalah (problem-oriented) dan berorientasi kepada tindakan (action-oriented). Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa kebijakan adalah suatu ketetapan yang memuat prinsip-prinsip untuk mengarahkan cara-cara bertindak yang dibuat secara terencana dan konsisten dalam mencapai tujuan tertentu.

Seperti halnya kata ‘kebijakan’, kata ‘sosial’ pun memiliki beragam pengertian. Conyers (1992: 10-14) mengelompokkan kata sosial ke dalam 5 pengertian:

Kata sosial mengandung pengertian umum dalam kehidupan sehari-hari yang berhubungan dengan kegiatan yang bersifat hiburan atau sesuatu yang menyenangkan. Misalnya, kegiatan olah raga, rekreasi, arisan sering disebut sebagai kegiatan sosial.

Kata sosial diartikan sebagai lawan kata individual. Dalam hal ini kata sosial memiliki pengertian sebagai sekelompok orang (group), atau suatu kolektifitas, seperti masyarakat (society) warga atau komunitas (community).

Kata sosial sebagai istilah yang melibatkan manusia sebagai lawan dari pengertian benda atau binatang. Pembangunan sosial berkaitan dengan pembangunan kualitas manusia yang berbeda dengan pembangunan fisik atau infrastruktur, seperti pembangunan gedung, jalan, jembatan.

Kata sosial sebagai lawan kata ekonomi. Dalam pengertian ini kata sosial berkonotasi dengan aktifitas-aktivitas masyarakat atau organisasi yang bersifat volunter, swakarsa, swadaya, yang tidak berorientasi mencari keuntungan finansial. Organisasi sosial, seperti Karang Taruna, PKK adalah organisasi yang menyelenggarakan berbagai kegiatan yang tidak mencari keuntungan yang berupa uang. Ini berbeda dengan organisasi ekonomi, seperti perusahaan, Perseroan Terbatas (PT), atau Bank yang tentunya kegiatan-kegiatannya bertujuan untuk mencari keuntungan ekonomi.

Kata sosial berkaitan dengan hak azasi manusia baik sebagai individu maupun anggota masyarakat. Misalnya, setiap orang memiliki hak azasi (human right) dan hak sosial (social right), seperti kesamaan hak dalam memperoleh pendidikan, pekerjaan, perumahan, kebebasan dalam menyatakan pendapat, atau berpartisipasi dalam pembangunan.

Dalam kaitannya dengan kebijakan sosial, maka kata sosial dapat diartikan baik secara luas maupun sempit . Secara luas kata sosial menunjuk pada pengertian umum mengenai bidang-bidang atau sektor-sektor pembangunan yang menyangkut aspek manusia dalam konteks masyarakat atau kolektifitas. Istilah sosial dalam pengertian ini mencakup antara lain bidang ekonomi, pendidikan, kesehatan, politik, hukum, budaya, atau pertanian.

Dalam arti sempit, kata sosial menyangkut sektor kesejahteraan sosial sebagai suatu bidang atau bagian dari pembangunan sosial atau kesejahteraan rakyat yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas kehidupan manusia, terutama mereka yang dikategorikan sebagai kelompok yang tidak beruntung (disadvantaged group) dan kelompok rentan (vulnerable group). Kata sosial di sini menyangkut program-program dan atau pelayanan-pelayanan sosial untuk mengatasi masalah-masalah sosial, seperti kemiskinan, ketelantaran, ketidakberfungsian fisik dan psikis, tuna sosial dan tuna susila, kenakalan remaja, anak dan jompo terlantar.

Kebijakan sosial adalah seperangkat tindakan (coerse of action) dalam bentuk sebuah kerangka kerja (frame waork) , petunjuk (guideline), rencana (Plan), peta (map), dan srategi yang dirancang untuk menerjemahkan visi politis pemerintah atau lembaga pemerintah ke dalam program atau kegiatan dan tindakan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang kesejahteraan sosial (social walfare).(suharto, 2005a).

Kebijakan sosial pada hakekatnya merupakan kebjakan publik dalam bidang kesejahteraan sosial. Dengan demikian makna “kebijakan” pada kata “kebijaksanaan sosial” adalah kebijakan publik sedang makna “sosial” menunjuk pada bidang atau sektor yang menjadi garapannya, yang dalam hal ini adalah sektor atau bidang kesejahteraan sosial (Suharto, 2008).

Kebijakan sosial merupakan ketetapan pemerintah yang diambil untuk merespon isu isu yang bersifat publik, yakni mengatasi masalah sosial atau memenuhi kebutuhan masyarakat banyak. Menurut Bessant, Watts, Dalton dan Smith (2006:4) dalam Suharto (2009) : secara singkat kebijakan sosial menunjuk apa yang dilakukan oleh pemerintah sebagai upaya meningkatkan kualitas hidup manusia melalui beragam tunjangan pendapatan, pelayanan kemasyarakatan dan program program tunjangan sosial lainya. Sebagai sebuah kebijakan publik, kebijakan sosial memiliki fungsi preventif (pencegahan), kuratif (penyembuhan) dan pengembangan (developmental).Dalam garis besarnya kebijakan sosial diwujudkan dalam tiga kategori, yakni perundangan-undangan, program pelayanan sosial, dan sistem perpajakan.

Mekanisme Kebijakan Sosial

1. Departemen pemerintahan. Sebagian besar negara menyerahkan tanggungjawab mengenai perumusan kebijakan sosial kepada kementrian, departemen atau lembaga-lembaga pemerintah yang berperan. Misalnya Departemen Sosial di Indonesia merupakan salah satu departemen yang memiliki kewenangan langsung dalam merumuskan kebijakan kesejahteraan sosial. Di Departemen Sosial, terdapat satu biro khusus yang memiliki kewenangan penting dalam kegiatan ini, yaitu Biro Perencanaan.

2. Badan Perencanaan Nasional. Dalam konteks pembangunan yang lebih luas, perumusan kebijakan sosial juga seringkali menjadi tugas khusus dari Badan Perencanaan Nasional yang sengaja dibentuk untuk merumuskan dan sekaligus mengatur mekanisme kebijakan sosial. Badan Perencanaan Nasional (Bappenas) merupakan lembaga khusus yang menangani berbagai perencanaan sosial sekaligus perumusan kebijakan sosial dalam pembangunan nasional. Kebijakan yang dihasilkan lembaga ini kemudian menjadi acuan bagi departemen dan lembaga-lembaga terkait dalam melaksanakan berbagai program pembangunan.

3. Badan legislatif. Badan legislatif seperti Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memiliki kewenangan dalam merumuskan kebijakan sosial. Lembaga ini biasanya memiliki komisi khusus yang mengurusi perumusan kebijakan sesuai dengan kebutuhan. Misalnya, di Indonesia, DPR memiliki komisi khusus yang bertanggungjawab mengatur urusan ekonomi, hukum, dan kesejahteraan sosial.

4. Pemerintah Daerah dan Masyarakat Setempat. Di sejumlah negara di mana administrasi pemerintahannya lebih terdesentralisasi, Pemerintah Daerah (PEMDA) memiliki peran yang sangat penting dalam perumusan kebijakan sosial, khususnya yang menyangkut persoalan dan kebutuhan-kebutuhan masyarakat di daerahnya. Lebih-lebih lagi di negara-negara yang telah sangat matang menjalankan konsep demokrasi, masyarakat setempat memiliki hak dan kewenangan dalam mengungkapkan aspirasi kebutuhannya yang kelak menjadi bagian dari tema-tema penting dalam kebijakan sosial.

5. Lembaga Swadaya Masyarakat. Peranan lembaga-lembaga sosial atau organisasi-organisasi non pemerintah (ORNOP) adalah berbeda dalam setiap negara. Namun demikian, kini terdapat kecenderungan bahwa di negara-negara berkembang, pemerintah semakin memberi peran yang leluasa kepada sektor-sektor non pemerintahan untuk juga terlibat dalam perumusan kebijakan-kebijakan sosial. Hal ini terutama terjadi sejalan dengan rekomendasi atau bahkan tekanan dari negara-negara donor yang memberi bantuan dan konsultasi finansial kepada negara yang bersangkutan. Selain itu, kini semakin disadari bahwa sebesar apapun pemerintah menguasai sumber-sumber ekonomi dan sosial, tidaklah mungkin mampu memenuhi kebutuhan segenap lapisan masyarakat secara memuaskan.

Perlindungan sosial

Salah satu dari tujuan ditetapkannya kebijakan sosial adalah untuk melindungi dan memenuhi hak hak sosial orang atau warga negara diantaranya adalah orang miskin. Perlindungan sosial dapat diartikan sebagai segala bentuk kebijakan dan intervensi public yang dilakukan untuk merespon beragam resiko, kerentanan dan kesengsaraan, baik yang bersifat fisik, ekonomi, maupun sosial terutama yang dialami oeh meraka yang hidup alam kemiskinan (Suharto, 2009).

Foto : Rumah tangga sangat miskin

Dalam arti luas perlindungan sosial dapat didefinisikan sebagai segala inisiatif baik yang dilakukan oleh pemerintah, sektor swasta mapun masyarakat yang bertujuan untuk menyediakan transfer pendapatan atau konsumsi pada orang miskin, melindungi kelompok rentan terhadap resiko resiko penghidupan (livelihood) dan meningkatkan status dan hak sosial kelompok kelompok yang terpinggirkan didalam suatu masyarakat (Suharto, et al ,2006). Perlindungan sosial merupakan elemen penting sebagai suatu strategi kebijakan publik untuk memerangi kemiskinan dan mengurangi penderitaan multidimensi yang dialami kelompok kelompok lemah dan kurang beruntung.

Skema perlindungan sosial meliputi bantuan sosial (sosial assistence, Asuransi sosial (social insurance) dan Jaminan kesejahteraan sosial berbasis masyarakat.

Bantuan sosial tidak ditetapkan berdasarkan insurance expertis. Manfaat bantuan sosial diberikan berdasarkan dana yang dihimpun dari pendapatan pajak. Pemerintah pusat dan daerah memberikan uang atau pelayanan sosial kepada penduduk sebagai bentuk kepedulian atau kewajiban negara terhadap pemenuhan hak-hak dasar warganya. Sistem bantuan publik adalah sebuah contoh tipikal dari bantuan sosial. Sasaran bantuan sosial diantaranya ; keluarga miskin, penganggur, anak anak, penca, lansia, yatim piatu, orang tua tunggal, pengungsi, korban bencana alam, konflik sosial dan lain sebagainya.

Perlindungan sosial merupakan sarana penting untuk meringankan dampak kemiskinan dan kemelaratan yang dihadapi oleh kelompok miskin beserta anak anak mereka. Namun demikian pperlindungan sosial bukan merupakan satu satunya pendekatan dalam strategi penanggulangan kemiskinan. Guna mencapai hasil yang efektif dan berkelanjutan dalam pelaksanaan strategi ini perlu dikombinasikan dengan pendekatan lain, seperti penyediaan pelayananan sosial, pendidikan, kesehatan secara terintegrasi dengan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi.

Program Keluarga Harapan

Program keluarga Harapan (PKH) merupakan suatu program penanggulangan kemiskinan. Kedudukan PKH merupakan bagian dari program-program penanggulangan kemiskinan lainnya. Program keluarga harapan merupakan bentuk perlindungan sosial yang dilakukan oleh pemerintah dengan dikemas dalam bentuk bantuan sosial.

Program Keluarga Harapan (PKH) sebenamya telah dilaksanakan di berbagai negara, khususnya negara-negara Amerika Latin dengan nama program yang bervariasi. Namun secara konseptual, istilah aslinya adalah Conditional Cash Transfers (CCT), yang diterjemahkan menjadi Bantuan Tunai Bersyarat. Program ini "bukan" dimaksudkan sebagai kelanjutan program Subsidi Langsung Tunai (SLT) yang diberikan dalam rangka membantu rumah tangga miskin mempertahankan daya belinya pada saat pemerintah melakukan penyesuaian harga BBM. PKH lebih dimaksudkan kepada upaya membangun sistem perlindungan sosial kepada masyarakat miskin.

1.1 Latar Belakang

Dalam rangka percepatan penanggulangan kemiskinan sekaligus pengembangan kebijakan di bidang perlindungan sosial, Pemerintah Indonesia mulai tahun 2007 melaksanakan Program Keluarga Harapan (PKH). Program serupa di negara lain dikenal dengan istilah Conditional Cash Transfers (CCT) atau bantuan tunai bersyarat. Program ini bukan dimaksudkan sebagai kelanjutan program Subsidi Langsung Tunai (SLT) yang diberikan dalam rangka membantu rumah tangga miskin mempertahankan daya belinya pada saat pemerintah melakukan penyesuaian harga BBM. PKH lebih dimaksudkan kepada upaya membangun sistem perlindungan sosial kepada masyarakat miskin. Berdasarkan pengalaman negara-negara lain, program serupa sangat bermanfaat terutama bagi keluarga dengan kemiskinan kronis. Pelaksanaan PKH di Indonesia diharapkan akan membantu penduduk termiskin, bagian masyarakat yang paling membutuhkan uluran tangan dari siapapun juga. Pelaksanaan PKH secara berkesinambungan setidaknya hingga tahun 2015 akan mempercepat pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium (Millennium Development Goals atau MDGs). Setidaknya terdapat 5 komponen MDGs yang secara tidak langsung akan terbantu oleh PKH, yaitu pengurangan penduduk miskin dan kelaparan, pendidikan dasar, kesetaraan gender, pengurangan angka kematian bayi dan balita, dan pengurangan kematian ibu melahirkan.

Dalam PKH, bantuan akan diberikan kepada rumah tangga sangat miskin (RTSM) dan sebagai imbalannya RTSM tersebut diwajibkan untuk menyekolahkan anaknya, melakukan pemeriksaan kesehatan termasuk pemeriksaan gizi dan imunisasi balita, serta memeriksakan kandungan bagi ibu hamil. Untuk jangka pendek, bantuan ini akan membantu mengurangi beban pengeluaran RTSM, sedangkan untuk jangka panjang diharapkan akan memutus rantai kemiskinan antar generasi.

Tingkat kemiskinan suatu rumah tangga secara umum terkait dengan tingkat pendidikan dan kesehatan. Rendahnya penghasilan keluarga sangat miskin menyebabkan keluarga tersebut tidak mampu memenuhi kebutuhan pendidikan dan kesehatan, untuk tingkat minimal sekalipun. Pemeliharaan kesehatan ibu sedang mengandung pada keluarga sangat miskin sering tidak memadai sehingga menyebabkan buruknya kondisi kesehatan bayi yang dilahirkan atau bahkan kematian bayi. Angka kematian bayi pada kelompok penduduk berpendapatan terendah pada tahun 2003 adalah 61 persen, sedangkan pada kelompok berpendapatan tertinggi tinggal 17 persen (SDKI 2003). Angka kematian ibu di Indonesia juga tinggi, yaitu sekitar 310 wanita per 100 ribu kelahiran hidup, atau tertinggi di Asia Tenggara. Tingginya angka kematian ibu ini disebabkan oleh tidak adanya kehadiran tenaga medis pada kelahiran, fasilitas kesehatan yang tidak tersedia pada saat dibutuhkan tindakan, atau masih banyaknya rumah tangga miskin yang lebih memilih tenaga kesehatan tradisional daripada tenaga medis lainnya.

Rendahnya kondisi kesehatan keluarga sangat miskin berdampak pada tidak optimalnya proses tumbuh kembang anak, terutama pada usia 0-5 tahun. Pada tahun 2003, angka kematian balita pada kelompok penduduk berpendapatan terendah adalah 77 persen per 1000 kelahiran hidup, sementara pada kelompok penduduk berpendapatan tertinggi hanya 22 persen per 1000 kelahiran hidup (SDKI, 2003). Pada tahun 2000-2005, terdapat kecenderungan bertambahnya kasus gizi kurang yang meningkat dari 24,5 persen pada tahun 2000 menjadi 29 persen pada tahun 2005. Gizi kurang berdampak buruk pada produktivitas dan daya tahan tubuh seseorang sehingga menyebabkannya terperangkap dalam siklus kesehatan yang buruk. Seringnya tidak masuk sekolah karena sakit dapat menyebabkan anak putus sekolah. Kondisi kesehatan dan gizi mereka yang umumnya buruk juga menyebabkan mereka tidak dapat berprestasi di sekolah. Sebagian dari anak-anak keluarga sangat miskin ada juga yang sama sekali tidak mengenyam bangku sekolah karena harus membantu mencari nafkah. Meskipun angka partisipasi sekolah dasar tinggi, namun masih banyak anak keluarga miskin yang putus sekolah atau tidak melanjutkan ke SMP/Mts. Kondisi ini menyebabkan kualitas generasi penerus keluarga miskin senantiasa rendah dan akhirnya terperangkap dalam lingkaran kemiskinan (Gambar 1).

Image

Gambar . Lingkaran perangkap kemiskinan

Berbagai indikator di atas menunjukkan bahwa pemenuhan kebutuhan dasar, khususnya bidang pendidikan dan kesehatan, terutama bagi RTSM perlu ditingkatkan sejalan dengan upaya pemerintah membangun sarana dan prasarana pendidikan dan kesehatan serta meluncurkan program-program yang ditujukan bagi keluarga miskin.

Masih banyaknya RTSM yang tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar pendidikan dan kesehatan disebabkan oleh akar permasalahan yang terjadi baik pada sisi RTSM (demand) maupun sisi pelayanan (supply). Pada sisi RTSM, alasan terbesar untuk tidak melanjutkan sekolah ialah karena tidak adanya biaya, bekerja untuk mencari nafkah, merasa pendidikannya sudah cukup, dan alasan lainnya. Demikian halnya untuk kesehatan, RTSM tidak mampu membiayai pemeliharaan atau perawatan kesehatan bagi anggota keluarganya akibat rendahnya tingkat pendapatan.

Sementara itu, permasalahan pada sisi supply yang menyebabkan rendahnya akses RTSM terhadap pendidikan dan kesehatan antara lain adalah belum tersedianya pelayanan kesehatan dan pendidikan yang terjangkau oleh RTSM. Biaya pelayanan yang tidak terjangkau oleh RTSM serta jarak antara tempat tinggal dan lokasi pelayanan yang relatif jauh merupakan tantangan utama bagi penyedia pelayanan pendidikan dan kesehatan.

Dari sisi kebijakan sosial, PKH merupakan cikal bakal pengembangan sistem perlindungan sosial, khususnya bagi keluarga miskin. PKH yang mewajibkan RTSM menyekolahkan dan memeriksakan kesehatan anak-anaknya, serta memeriksakan ibu hamil, akan membawa perubahan perilaku RTSM terhadap pentingnya kesehatan dan pendidikan bagi anak-anaknya. Perubahan perilaku tersebut diharapkan juga akan berdampak pada berkurangnya anak usia sekolah RTSM yang bekerja. Sebaliknya hal ini menjadi tantangan utama pemerintah, baik pusat maupun daerah, untuk meningkatkan pelayanan pendidikan dan kesehatan bagi keluarga miskin, dimanapun mereka berada.

Salah satu tujuan akhir dari PKH adalah meningkatkan partisipasi sekolah baik itu sekolah dasar maupun sekolah menengah. Menurut data BPS masih terdapat banyak anak usia sekolah yang tidak berada dalam sistem persekolahan. Untuk meningkatkan tingkat partisipasi sekolah maka keikutsertaan mereka yang berada di luar sistem persekolahan harus ditingkatkan. Sebagian besar dari mereka yang pada usia sekolah tidak berada dalam sistem persekolahan biasanya mereka menjadi pekerja anak dengan jumlah yang cukup besar.

Untuk meningkatkan partisipasi sekolah PKH harus dapat menjaring mereka yang berada di luar sistem persekolahan termasuk mereka yang menjadi pekerja anak. Pendamping PKH, terutama untuk daerah yang diduga banyak terdapat pekerja anaknya akan dibekali dengan pengetahuan berkaitan dengan bimbingan kepada pekerja anak dalam rangka mempersiapkan mereka kembali ke bangku sekolah.

Dengan demikian, PKH membuka peluang terjadinya sinergi antara program yang mengintervensi sisi supply dan demand, dengan tetap mengoptimalkan desentralisasi, koordinasi antar sektor, koordinasi antar tingkat pemerintahan, serta antar pemangku kepentingan (stakeholders).

Pada akhirnya, implikasi positif dari pelaksanaan PKH harus bisa dibuktikan secara empiris sehingga pengembangan PKH memiliki bukti nyata yang bisa dipertanggungjawabkan. Untuk itu, pelaksanaan PKH juga akan diikuti dengan program monitoring dan evaluasi yang optimal.

1.2 Pengertian

Program Keluarga Harapan adalah program yang memberikan bantuan tunai kepada RTSM. Sebagai imbalannya RTSM diwajibkan memenuhi persyaratan yang terkait dengan upaya peningkatan kualitas sumberdaya manusia (SDM), yaitu pendidikan dan kesehatan. UPPKH adalah unit pengelola PKH yang dibentuk baik di tingkat pusat dan daerah. Peserta PKH adalah rumah tangga sangat miskin . Pendamping PKH adalah pekerja sosial (dapat berasal dari Pekerja Sosial Masyarakat, Karang Taruna, sarjana penggerak pembangunan, dan organisasi sosial kemasyarakatan lainnya) yang direkrut oleh UPPKH melalui proses seleksi dan pelatihan untuk melaksanakan tugas pendampingan masyarakat penerima program dan membantu kelancaran pelaksanaan PKH.

1.3 Tujuan

Tujuan utama dari PKH adalah untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kualitas sumberdaya manusia terutama pada kelompok masyarakat miskin. Tujuan tersebut sekaligus sebagai upaya mempercepat pencapaian target MDGs. Secara khusus, tujuan PKH terdiri atas ; Meningkatkan kondisi sosial ekonomi RTSM; Meningkatkan taraf pendidikan anak-anak RTSM; Meningkatkan status kesehatan dan gizi ibu hamil, ibu nifas, dan anak di bawah 6 tahun dari RTSM; Meningkatkan akses dan kualitas pelayanan pendidikan dan kesehatan, khususnya bagi RTSM.

1.4 Sasaran PKH

Sasaran program penerima bantuan PKH adalah RTSM yang memiliki anggota keluarga yang terdiri dari anak usia 0-15 tahun dan/atau ibu hamil/nifas. Bantuan tunai hanya akan diberikan kepada RTSM yang telah terpilih sebagai peserta PKH dan mengikuti ketentuan yang diatur dalam program. Agar penggunaan bantuan dapat lebih efektif diarahkan untuk peningkatan kualitas pendidikan dan kesehatan, bantuan harus diterima oleh ibu atau wanita dewasa yang mengurus anak pada rumah tangga yang bersangkutan (dapat nenek, tante/bibi, atau kakak perempuan). Untuk itu, pada kartu kepesertaan PKH akan tercantum nama ibu/wanita yang mengurus anak, bukan kepala rumah tangga.

Foto : Sasaran penerima PKH

1.5 Pelaksanaan PKH

Untuk tahun 2007, PKH dilaksanakan pada beberapa daerah uji coba dengan sasaran sebanyak 500 ribu RTSM. Tujuan uji coba ini adalah untuk menguji berbagai instrumen yang diperlukan dalam pelaksanaan PKH, seperti antara lain metode penentuan sasaran, verifikasi persyaratan, mekanisme pembayaran, dan pengaduan masyarakat.

PKH akan dilaksanakan setidaknya sampai dengan tahun 2015. Hal ini sejalan dengan komitmen pencapaian MDGs, mengingat sebagian indikatornya juga diupayakan melalui PKH. Selama periode tersebut, target peserta secara bertahap akan ditingkatkan hingga mencakup seluruh RSTM dengan anak usia pendidikan dasar dan ibu hamil/nifas.Peserta PKH akan menerima bantuan selama maksimal 6 tahun. Hal ini berdasar pada pengalaman pelaksanaan program serupa di negara-negara lain yang menunjukan bahwa setelah 5-6 tahun peserta dapat meningkat kualitas hidupnya. Untuk itu, setiap 3 tahun akan dilakukan resertifikasi terhadap status kepesertaan. Apabila setelah 6 tahun kondisi RTSM masih berada di bawah garis kemiskinan, maka untuk exit strategy PKH memerlukan koordinasi dengan program lain yang terkait seperti antara lain ketenagakerjaan, perindustrian, perdagangan, pertanian, pemberdayaan masyarakat, dan sebagainya.

Foto : suasana penyaluran bantuan

Foto : Terimakasih pak !

Demikianlah PKH merupakan salah satu contoh dari sistem perlindungan sosial. Skema skema jaminan sosial yang lainya, seperti jaminan kesehatan, kecelakaan kerja, kematiandan seterusnya merupakan bentuk bentuk lain dari perlindungan sosial yang umumya diselenggarakan secara formal dan melembaga, dimana perlindungan sosial adalah wujud dari komitmen pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan warga negaranya melalui kebijakan sosial yang berujud bantuan sosial (social assistance).

Daftar Pustaka

- Suharto, Edi (2009), Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat. Kajian Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosisl & Pekerjaan Sosial. Bandung : Refika Aditama Cetakan ketiga Februari 2009.

- Suharto, Edi (2009), Kemiskinan dan Perlindungan Sosial di Indonesia. Menggagas Model Jaminan Sosial Universal Bidang Kesehatan. Bandung : Alfabeta Cetakan pertama Mei 2009.

- Suharto, Edi (2008), Kebijakan Sosial sebagai Kebijakan Publik. Bandung Alfabeta Cetakan kedua 2008.

- pkh.depsos.go.id/index.php_____ Program Keluarga Harapan


PLANNING METHODS

PERENCANAAN




Unsur pengambilan keputusan merupakan unsur penting dalam perencanaan, yaitu proses mengembangkan dan memilih langkah langkah yang akan diambil untuk menghadapi msalah masalah dalam organisasi atau perusahaan. Pimpinan harus mengambil keputusan tentang ramalan ramalan suatuasi yang akan terjadi di masa datang. Misal keadaan ekonomi, langkah langkah apa yang akan dilakukan oleh pesaing dan sebagainya. Mereka harus memutuskan sasaran yang akan dicapai, menganalisis sumber daya yang dimiliki organisasi, bagaimana mengaplikasikannya dalam rangka mencapai sasaran tersebut. Dalam hal ini diperlukan sikap fleksibilitas di dalam menghadapi perubahan.

Langkah langkah dalam Perencanaan
Secara garis besar terdapat empat langkah dasar perencanaan yang dapat dipakai untuk semua kegiatan perencanaan pada semua jenjang organisasi. Langkah tersebut adalah :
1. Menetapkan sasaran
Kegiatan perencanaan dimulai dengan memutuskan apa yang ingin dicapai organisasi. Tanpa sasaran yang jelas, sumber daya yang dimiliki organisasi akan menyebar terlalu luas. Dengan menetapkan prioritas dan merinci sasaran secara jelas, organisasi dapat mengarahkan sumber agar lebih efektif.
2. Merumuskan posisi organisasi pada saat ini Jika sasaran telah ditetapkan , pimpinan harus mengetahui dimana saat ini organisasi berada dan untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan tersebut , sumber daya apa yang dimiliki pada saat ini. Rencana baru dapat disusun jika organisasi telah mengetahui posisinya pada saat ini. Untuk ini di dalam organisasi harus terdapat suasana keterbukaan agar informasi mengalir dengan lancar terutama data keuangan dan statistik.
3. Mengidentifikasi faktor faktor pendukung dan penghambat menuju sasaran Selanjutnya perlu diketahui faktor faktor, baik internal maupun eksternal , yang diperkirakan dapat membantu dan menghambat organisasi mencapai sasaran yang terlah ditetapkan. Diakui jauh lebih mudah mengetahui apa yang akan terjadi pada saat ini , dibandingkan dengan meramalkan persoalan atau peluang yang akan terjadi di masa datang. Betapun sulitnya melihat ke depan adalah unsur utama yang paling sulit dalam perencanaan
4. Menyusun langkah langkah untuk mencapai sasaran
Langkah terakhir dalam kegiatan perencanaan adalah mengembangkan berbagai kemungkinan alternatif atau langkah yang diambil untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan ,m engevaluasi alternatif alternatif ini, dan memilih mana yang dianggap paling baik , cocok dan memuaskan.

Perencanaan Partisipatif

a. Makna Perencanaan Partisipatif
Kodrat bagi setiap orang, laki-laki maupun wanita, siapapun mereka, hakekatnya ingin diakui keberadaannya dan ingin dihargai kemampuann, harkat dan martabatnya. Dari kenyataan tersebut maka seluruh lapisan masyarakat perlu diajak berperanserta atau berpartisipasi dalam berbagai kegiatan pembangunan. Cara ini merupakan wujud penghargaan terhadap kemampuan, harkat dan martabat mereka.
Jika kegiatan pembangunan itu selalu diawali dengan proses perencanaan, maka dengan sendirinya juga diperlukan suatu metode pendekatan perencanaan partisipatif. Metode atau cara yang dimaksud mensyaratkan masyarakat untuk diikutsertakan dalam proses perencanaan. Dengan demikian perencanaan yang dilakukan dapat lebih didasarkan pada kajian-kajian terhadap masalah yang mereka hadapi serta potensi yang tersedia di dalam masyarakat.
Melalui metode perencanaan partisipatif diharapkan akan ada hubungan yang erat antara masyarakat dengan kelembagaan masyarakat secara terus menerus. Masyarakat diberi kesempatan untuk menyatakan masalah yang dihadapi dan gagasan-gagasan sebagai masukan untuk berlangsungnya proses perencanaan berdasarkan kemampuan warga masyarakat desa itu sendiri. Itulah makna perencanaan partisipatif, penghargaan terhadap partisipasi yang layak diberikannya.
Dengan demikian, perencanaan partisipatif yang melibatkan seluruh warga masyarakat dalam pembangunan desanya, merupakan metode atau cara perencanaan yang memfungsikan kelembagaan masyarakat secara nyata di dalam menyusun perencanaan pembangunan. Dengan cara ini diharapkan masyarakat mau dan mampu melaksanakan, memelihara, dan menindak-lanjuti hasil-hasil pembangunan.
Dengan berlangsungnya metode pendekatan perencanaan partisipatif tersebut diharapkan akan dapat menampung semua permasalahan dan potensi yang ada di desa. Dengan metode ini dapat diperoleh suatu gambaran umum mengenai keadaan dan situasi desa serta aspek-aspek kehidupan masyarakat yang perlu mendapat perhatian khusus dalam melaksanakan pembangunan di desa.
Lebih lanjut, bilamana proses perencanaan partisipatif itu dapat berlangsung, maka diharapkan akan mampu meningkatkan peranserta masyarakat, yang berarti pula memberdayakan masyarakat dalam pembangunan desanya.

b. Unsur Yang Berpartisipasi
Dalam perencanaan partisipatif, semua warga atau kelompok dalam masyarakat pada dasarnya berhak untuk berperan di dalamnya agar dapat mengungkapkan permasalahan dan kebutuhan mereka.
Kemungkinan yang muncul dari perencanaan seperti itu adalah adanya masyarakat yang tidak mau mendukung dan tidak mau berpartisipasi dalam suatu program atau kegiatan pembangunan. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal.
1) Masyarakat tidak diikutsertakan sejak penyusunan perencanaan.
2) Masyarakat kurang diberi kesempatan, peluang dan penghargaan terhadap partisipasi yang layak diberikannya.
3) Pemeran atau pelaku partisipasi dicurigai akan mengambil keuntungan pada proses kegiatan pembangunan.
4) Tingkat kehidupan dan penghidupan masyarakat yang terbatas, sehingga tidak mampu memberikan hasil yang diharapkan dalam pelaksanaan pembangunan.
5) Tata nilai dan adat budaya masyarakat yang masih perlu dibenahi.
Oleh karenanya, dengan metode pendekatan perencanaan partisipatif, masyarakat atau kelompok masyarakat diberi kesempatan untuk berperan aktif sebagai upaya mengangkat harkat dan martabatnya.

c. Ciri Khusus Perencanaan Partisipatif
Ciri khusus perencanaan partisipatif dapat dilihat dari adanya peran serta masyarakat dalam proses pembangunan desa. Adapun ciri-ciri perencanaan partisipatif antara lain sebagai berikut :
1) Adanya hubungan yang erat antara masyarakat dengan kelembagaan secara terus-menerus.
2) Masyarakat atau kelompok masyarakat diberi kesempatan untuk menyatakan permasalahan yang dihadapi dan gagasan-gagasan sebagai masukan berharga.
3) Proses berlangsungnya berdasarkan kemampuan warga masyarakat itu sendiri.
4) Warga masyarakat berperan penting dalam setiap keputusan.
5) Warga masyarakat mendapat manfaat dari hasil pelaksanaan perencanaan.


Proses Perencanaan Partisipasi
Perencanaan partisipasi harus dilakukan dengan usaha : (1) perencanaan harus disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat yang nyata (felt need), (2) dijadikan stimulasi terhadap masyarakat, yang berfungsi mendorong timbulnya jawaban (response), dan (3) dijadikan motivasi terhadap masyarakat, yang berfungsi membangkitkan tingkah laku (behavior). Dalam perencanaan yang partisipatif (participatory planning), masyarakat dianggap sebagai mitra dalam perencanaan yang turut berperan serta secara aktif baik dalam hal penyusunan maupun implementasi rencana, karena walau bagaimanapun masyarakat merupakan stakeholder terbesar dalam penyusunan sebuah produk rencana.

Suzetta (2007), sebagai cerminan lebih lanjut dari demokratisasi dan partisipasi sebagai bagian dari good governance maka proses perencanaan pembangunan juga melalui proses partisipatif. Pemikiran perencanaan partisipatif diawali dari kesadaran bahwa kinerja sebuah prakarsa pembangunan masyarakat sangat ditentukan oleh semua pihak yang terkait dengan prakarsa tersebut. Sejak dikenalkannya model perencanaan partisipatif, istilah “stakeholders” menjadi sangat meluas dan akhirnya dianggap sebagai idiom model ini.

Slamet (2003 : 11) menegaskan bahwa usaha pembangunan pedesaan melalui proses perencanaan partisipasi perlu didekati dengan berbagai cara yaitu : (1) penggalian potensi-potensi dapat dibagung oleh masyarakat setempat, (2) pembinaan teknologi tepat guna yang meliputi penciptaan, pengembangan, penyebaran sampai digunakannya teknologi itu oleh masyarakat pedesaan, (3) pembinaan organisasi usaha atau unit pelaksana yang melaksanakan penerapan berbagai teknologi tepat guna untuk mencapai tujuan pembangunan, (4) pembinaan organisasi pembina/pendukung, yang menyambungkan usaha pembangunan yang dilakukan oleh individu-individu warga masyarakat pedesaan dengan lembaga lain atau dengan tingkat yang lebih tinggi (kota, kecamatan, kabupaten, propinsi, nasional), (5) pembinaan kebijakan pendukung, yaitu yang mencakup input, biaya kredit, pasaran, dan lain-lain yang memberi iklim yang serasi untuk pembangunan.
Cahyono (2006), proses perencanaan pembangunan berdasarkan partisipasi masyarakat harus memperhatikan adanya kepentingan rakyat yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, sehingga itu dalam proses perencanaan pembangunan partisipasi ada beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain : (1) perencanaan program harus berdasarkan fakta dan kenyataan dimasyarakat, (2) Program harus memperhitungkan kemampuan masyarakat dari segi teknik, ekonomi dan sosialnya, (3) Program harus memperhatikan unsur kepentingan kelompok dalam masyarakat, (4) Partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program (5) Pelibatan sejauh mungkin organisasi-organisasi yang ada (6) Program hendaknya memuat program jangka pendek dan jangka panjang, (7) Memberi kemudahan untuk evaluasi, (8) Program harus memperhitungkan kondisi, uang, waktu, alat dan tenaga (KUWAT) yang tersedia.

Pembangunan melalui partisipasi masyarakat merupakan salah satu upaya untuk memberdayakan potensi masyarakat dalam merencanakan pembangunan yang berkaitan dengan potensi sumber daya lokal berdasarkan kajian musyawarah, yaitu peningkatan aspirasi berupa keinginan dan kebutuhan nyata yang ada dalam masyarakat, peningkatan motivasi dan peran-serta kelompok masyarakat dalam proses pembangunan, dan peningkatan rasa-memiliki pada kelompok masyarakat terhadap program kegiatan yang telah disusun.
Prinsip kerja dari pembangunan melalui partisipasi masyarakat adalah sebagai berikut : (1) program kerja disampaikan secara terbuka kepada masyarakat dengan melakukan komunikasi partisipatif agar mendapat dukungan masyarakat, (2) program kerja dilaksanakan melalui kerjasama dan kerja bersama kelompok antara masyarakat, pejabat desa dan segenap warga dalam rangka memperkecil hambatan dalam program, (3) program kerja tidak mengarah pada golongan tertentu di masyarakat atau kelompok agar tidak menimbulkan perpecahan, (4) selama program berjalan, koordinasi selalu dilakukan secara vertikal maupun horizontal, (5) tidak perlu bersikap superior atau “merasa paling tahu” dalam setiap kesempatan pelaksanaan program kerja, (6) tidak perlu memberikan janji kepada siapapun tetapi kesungguhan kerja dalam konteks program kerja yang sudah ditentukan.
Community Development dengan segala kegiatannya dalam pembangunan sebaiknya menghindari metode kerja "doing for the community", tetapi mengadopsi metode kerja "doing with the community". Metode kerja doing for, akan menjadikan masyarakat menjadi pasif, kurang kreatif dan tidak berdaya, bahkan mendidik masyarakat untuk bergantung pada bantuan pemerintah atau organisasi-organisasi sukarela pemberi bantuan. Sebaliknya, metode kerja doing with, merangsang masyarakat menjadi aktif dan dinamis serta mampu mengidentifikasi mana kebutuhan yang sifatnya - real needs, felt needs dan expected need . Metode kerja doing with, sangat sesuai dengan gagasan besar KI Hajar Dewantara tentang kepemimpinan pendidikan di Indonesia - ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, dan tut wuri handayani - yang berfokus akan perlunya kemandirian yang partisipatif di dalam proses pembangunan.

Berdasarkan berbagai pejelasan di atas, maka berbagai metode yang digunakan dalam proses perencanaan partisipasi pembangunan masyarakat adalah sebagai berikut :

1. Participatory Rural Appraisal (PRA)
Anonim (2002), pendekatan, metode dan teknik PRA (Participatory Rural Appraisal) berkembang pada periode 199O-an. Participatory Rural Appraisal (PRA) adalah sebuah metode pemahaman lokasi dengan cara belajar dari, untuk dan bersama dengan masyarakat untuk mengetahui, menganalisa dan mengevaluasi hambatan dan kesempatan melalui multi-disiplin dan keahlian untuk menyusun informasi dan pengambilan keputusan sesuai dengan kebutuhan. PRA mempunyai sejumlah teknik untuk mengumpulkan dan membahas data. Teknik ini berguna untuk menumbuhkan partisipasi masyarakat. Teknik-teknik PRA antara lain :

1. Secondary Data Review (SDR) – Review Data Sekunder. Merupakan cara mengumpulkan sumber-sumber informasi yang telah diterbitkan maupun yang belum disebarkan. Tujuan dari usaha ini adalah untuk mengetahui data manakah yang telah ada sehingga tidak perlu lagi dikumpulkan.
2. Direct Observation – Observasi Langsung. Direct Observation adalah kegiatan observasi langsung pada obyek-obyek tertentu, kejadian, proses, hubungan-hubungan masyarakat dan mencatatnya. Tujuan dari teknik ini adalah untuk melakukan cross-check terhadap jawaban-jawaban masyarakat.
3. Semi-Structured Interviewing (SSI) – Wawancara Semi Terstruktur. Teknik ini adalah wawancara yang mempergunakan panduan pertanyaan sistematis yang hanya merupakan panduan terbuka dan masih mungkin untuk berkembang selama interview dilaksanakan. SSI dapat dilakukan bersama individu yang dianggap mewakili informasi, misalnya wanita, pria, anak-anak, pemuda, petani, pejabat lokal.
4. Focus Group Discussion – Diskusi Kelompok Terfokus. Teknik ini berupa diskusi antara beberapa orang untuk membicarakan hal-hal bersifat khusus secara mendalam. Tujuannya untuk memperoleh gambaran terhadap suatu masalah tertentu dengan lebih rinci.
5. Preference Ranking and Scoring. Adalah teknik untuk menentukan secara tepat problem-problem utama dan pilihan-pilihan masyarakat. Tujuan dari teknik ini adalah untuk memahami prioritas-prioritas kehidupan masyarakat sehingga mudah untuk diperbandingkan.
6. Direct Matrix Ranking. Adalah sebuah bentuk ranking yang mengidentifikasi daftar criteria obyek tertentu. Tujuannya untuk memahami alasan terhadap pilihan-pilihan masyarakat, misalnya mengapa mereka lebih suka menanam pohon rambutan dibandingkan dengan pohon yang lain. Kriteria ini mungkin berbeda dari satu orang dengan orang lain, misalnya menurut wanita dan pria tentang tanaman sayur.
7. Peringkat Kesejahteraan. Rangking Kesejahteraan Masyarakat di suatu tempat tertentu. Tujuannya untuk memperoleh gambaran profil kondisi sosio-ekonomis dengan cara menggali persepsi perbedaan-perbedaan kesejahteraan antara satu keluarga dan keluarga yang lainnya dan ketidak seimbangan di masyarakat, menemukan indicator-indikator lokal mengenai kesejahteraan.
8. Pemetaan Sosial. Teknik ini adalah suatu cara untuk membuat gambaran kondisi sosial-ekonomi masyarakat, misalnya gambar posisi pemukiman, sumber-sumber mata pencaharian, peternakan, jalan, dan sarana-sarana umum. Hasil gambaran ini merupakan peta umum sebuah lokasi yang menggambarkan keadaan masyarakat maupun lingkungan fisik.
9. Transek (Penelusuran). Transek merupakan teknik penggalian informasi dan media pemahaman daerah melalui penelusuran dengan berjalan mengikuti garis yang membujur dari suatu sudut ke sudut lain di wilayah tertentu.
10. Kalender Musim. Adalah penelusuran kegiatan musiman tentang keadaan-keadaan dan permasalahan yang berulang-ulang dalam kurun waktu tertentu (musiman) di masyarakat. Tujuan teknik ini untuk memfasilitasi kegiatan penggalian informasi dalam memahami pola kehidupan masyarakat, kegiatan, masalah-masalah, fokus masyarakat terhadap suatu tema tertentu, mengkaji pola pemanfaatan waktu, sehingga diketahui kapan saat-saat sibuk dan saat-saat waktu luang.
11. Alur Sejarah. Alur sejarah adalah suatu teknik yang digunakan untuk mengetahui kejadian-kejadian dari suatu waktu sampai keadaan sekarang dengan persepsi orang setempat. Tujuan dari teknik ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai topik-topik penting di masyarakat.
12. Analisa Mata Pencaharian. Masyarakat akan terpandu untuk mendiskusikan kehidupan mereka dari aspek mata pencaharian. Tujuan dari teknik ini yaitu memfasilitasi pengenalan dan analisa terhadap jenis pekerjaan, pembagian kerja pria dan wanita, potensi dan kesempatan, hambatan.
13. Diagram Venn. Teknik ini adalah untuk mengetahui hubungan institusional dengan masyarakat. Tujuannya untuk mengetahui pengaruh masing-masing institusi dalam kehidupan masyarakat serta untuk mengetahui harapan-harapan apa dari masyarakat terhadap institusi-institusi tersebut.
14. Kecenderungan dan Perubahan. Adalah teknik untuk mengungkapkan kecenderungan dan perubahan yang terjadi di masyarakat dan daerahnya dalam jangka waktu tertentu. Tujuannya untuk memahami perkembangan bidang-bidang tertentu dan perubahan-perubahan apa yang terjadi di masyarakat dan daerahnya.

2. Kaji-Tindak Partisipatif (KTP)
Agusta (2005) menyatakan bahwa Kaji-Tindak Partisipatif (KTP) adalah istilah program sedangkan esensinya menunjuk pada metodologi Participatory Learning and Action (PLA) atau belajar dari bertindak secara partisipatif; belajar dan bertindak bersama, aksi-refleksi partisipatif. Penggunaan istilah PLA dimaksudkan untuk menekankan pengertian partisipatif pada proses belajar bersama masyarakat untuk pengembangan. Kaji-Tindak Partisipatif, dan nama kegiatan mencerminkan suatu dialektika yang dinamis antara kajian dan tindakan secara tak terpisahkan. Kajian partisipatif menjadi dasar bagi tindakan partisipatif. Jika dari suatu tindakan terkaji masih ditemui hambatan dan masalah, maka kajian partisipatif diulang kembali untuk menemukan jalan keluar, demikian seterusnya. Sebuah kajian partisipatif dalam masyarakat meletakkan semua pihak yang berpartisipasi apakah sebagai petani, nelayan, pedagang, aparat desa, atau petugas pelayan masyarakat dalam posisi yang setara fungsional, dan menghindar dari adanya pihak yang memiliki posisi istimewa dalam menggali dan merumuskan proses dan hasil kajian.
3. Participatory Research and Development (PRD)
Penelitian mengenai partisipasi dan pembangunan masyarakat memiliki fokus terhadap upaya menolong anggota masyarakat yang memiliki kesamaan minat untuk bekerja sama, mengidentifikasi kebutuhan bersama dan kemudian melakukan kegiatan bersama untuk memenuhi kebutuhan tersebut. PRD yang merupakan wujud nyata dari pengembangan masyarakat seringkali diimplementasikan dalam bentuk (a) proyek-proyek pembangunan yang memungkinkan anggota masyarakat memperoleh dukungan dalam memenuhi kebutuhannya, dan (b) melalui kampanye dan aksi sosial yang memungkinkan kebutuhan-kebutuhan tersebut dapat dipenuhi oleh pihak-pihak lain yang bertanggungjawab (Suharto, 2002).
4. Metode Rapid Rural Appraisal (RRA)
Teknik RRA mulai berkembang pada akhir 1970-an dan diterima secara akademis pada akhir tahun 1980-an. Teknik RRA berkembang karena adanya ketidak puasan penggunaan kuisioner pada metode penelitian konvensional. Kuisioner seringkali menghasilkan suatu hasil yang tidak tuntas dan informasi yang diperoleh seringkali tidak meyakinkan. Selain itu, adanya bias dalam melihat kaum miskin, pada metode penelitian konvensional. Sebagai contoh, kuisioner hanya melihat masyarakat kelas atas, orang berpendidikan tinggi dan kurang menjangkau masyarakat yang tinggal di daerah terpencil. Pendekatan dalam RRA hampir sama dengan PRA antara lain : secondary data review, direct observation, semi-strucuted interview, workshop dan brainstorming, transect, mapping, ranking and scoring, developing chronologies of local events, dan case studies (Anonim, 2002).
Perbedaan yang menonjol dari kedua pendekatan ini adalah dari segi partisipasi masyarakat. Dalam RRA, informasi dikumpulkan oleh pihak luar (outsiders), kemudian data dibawa pergi, dianalisa dan peneliti tersebut membuat perencanaan tanpa menyertakan masyarakat. RRA lebih bersifat penggalian informasi, sedangkan PRA dilaksanakan bersama-sama masyarakat (let them do it), mulai dari pengumpulan informasi, analisa sampai pada perencanaan program.
5. Metode Participatory Action Research (PAR)
Teoritisasi dalam PAR dimulai dengan pengungkapan-pengungkapan dan penguraian secara rasional dan kritis terhadap praktek-praktek sosial mereka. Dari kesemua prinsip-prinsip PAR yang ada, yang terpenting adalah dalam PAR tidak mengharuskan membuat dan mengelola catatan rekaman yang menjelaskan apa yang sedang terjadi se-akurat mungkin, akan tetapi merupakan analisa kritis terhadap situasi yang secara kelembagaan diciptakan (seperti melalui proyek-proyek, program-program tertentu atau sistem. Salah satu prinsip dalam PAR yang paling unique adalah menjadikan pengalaman-pengalaman mereka sendiri sebagai sasaran pengkajian (objectifying their own experience).
Mahmudi (2004), ada beberapa prinsip-prinsip PAR yang yang harus dipahami terlebih dahulu. Antara lain, (1) PAR harus diletekkan sebagai suatu pendekatan untuk memperbaiki praktek-praktek sosial dengan cara merubahnya dan belajar dari akibat-akibat dari perubahan tersebut. (2), secara keseluruhan merupakan partisipasi yang murni (autentik) dimana akan membentuk sebuah spiral yang berkesinambungan sejak dari perencanaan (planing), tindakan (pelaksanaan atas rencana), observasi (evaluasi atas pelaksanaan rencana), refleksi (teoritisi pengalaman). (3), PAR merupakan kerjasama (kolaborasi), semua yang memiliki tanggungjawab atas tindakan perubahan dilibatkan dalam upaya-upaya meningkatkan kemampuan mereka. (4) PAR merupakan suatu proses membangun pemahaman yang sistematis (systematic learning process), merupakan proses penggunaan kecerdasan kritis saling mendiskusikan tindakan mereka dan mengembangkannya, sehingga tindakan sosial mereka akan dapat benar-benar berpengaruh terhadap perubahan sosial. (5), PAR suatu proses yang melibatkan semua orang dalam teoritisasi atas pengalaman-pengalaman mereka sendiri.
6. Metode PPKP (Pemahaman Partisipatif Kondisi Pedesaan)
Saharia (2003), metode PPKP adalah salah satu metode perencanaan partisipatif yang bertujuan untuk menggali permasalahan yang ada di masyarakat, penyebab terjadinya masalah, dan cara mengatasinya dengan menggunakan sumberdaya lokal atas prinsip pemberdayaan masyarakat yang acuannya sebagai berikut :
1. Mengumpulkan informasi yang dilakukan oleh petani sendiri. Bahan informasi ini dapat digunakan oleh orang lain atau suatu lembaga yang akan membantu petani.
2. Mempelajari kondisi dan kehidupan pedesaan dari dan oleh masyarakat desa untuk saling berbagi, berperan aktif dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian serta tidak lanjutnya.
3. Informasi yang diperoleh dengan Metode PPKP dapat digunakan sebagai bahan perencanaan kegiatan dalam pemberdayaan masyarakat desa (petani).
4. Metode PPKP ini dilaksanakan oleh pengambil kebijakan bersama petani, kelompok pendamping lapangan, dan dari unsur pemerintah desa. Dalam Metode PPKP ini kelompok pendamping lapangan hanya sebatas fasilitator.
7. Metode Participatory Learning Methods (PLM)
Thoyib (2007), model pembelajaran partisipatif sebenarnya menekankan pada proses pembelajaran, di mana kegiatan belajar dalam pelatihan dibangun atas dasar partisipatif (keikutsertaan) peserta pelatihan dalam semua aspek kegiatan pelatihan, mulai dari kegiatan merencanakan, melaksanakan, sampai pada tahap menilai kegiatan pembelajaran dalam pelatihan. Upaya yang dilakukan pelatih pada prinsipnya lebih ditekankan pada motivasi dan melibatkan kegiatan peserta.
Pada awal kegiatan pelatihan, intensitas peranan pelatih adalah tinggi. Peranan ini ditampilkan dalam membantu peserta dengan menyajikan informasi mengenai bahan ajar (bahan latihan) dan dengan melakukan motivasi dan bimbingan kepada peserta. Intensitas kegiatan pelatih (sumber) makin lama makin menurun, sehingga perannya lebih diarahkan untuk memantau dan memberikan umpan balik terhadap kegiatan pelatihan dan sebaliknya kegiatan peserta pada awal kegiatan rendah, kegiatan awal ini digunakan hanya untuk menerima bahan pelatihan, informasi, petunjuk, bahan-bahan, langkah-langkah kegiatan. Kemudian partisipasi warga makin lama makin meningkat tinggi dan aktif membangun suasana pelatihan yang lebih bermakna.
Beberapa teknik yang dapat dipergunakan pada model pelatihan ini adalah :
1. Teknik dalam tahap pembinaan keakraban : teknik diad, teknik pembentukan kelompok kecil, teknik pembinaan belajar berkelompok, teknik bujur sangkar terpecah
2. Teknik yang dipergunakan pada tahap identifikasi : curah pendapat, dan wawancara
3. Teknik dalam tahap perumusan tujuan : teknik Delphi dan diskusi kelompok (round table discussion)
4. Teknik pada tahap penyusunan program adalah : teknik pemilihan cepat (Q-shot technique) dan teknik perancangan program
5. Teknik yang dapat dipergunakan dalam proses pelatihan : Simulasi, studi kasus, cerita pemula diskusi (discussion starter story), Buzz group, pemecahan masalah kritis, forum, role play, magang, kunjungan lapangan dll
6. Teknik yang dapat dipergunakan dalam penilaian proses pelatihan, hasil dan pengaruh kegiatan : respon terinci, cawan ikan (fish bowl technique), dan pengajuan pendapat tertulis.

8. Metodologi Participatory Assessment (MPA)
Dayal, et, al (2000), Methodology for Participatory Assessments (MPA) adalah metode yang dikembangkan untuk menjalankan penilaian suatu proyek pembangunan masyarakat (community development). MPA merupakan alat yang berguna bagi pembuat kebijakan, manajer program dan masyarakat, sehingga masayarakat setempat dapat memantau kesinambungan pembangunan dan mengambil tindakan yang diperlukan agar menjadi semakin baik. Metodologi tersebut mengungkapkan bagaimana caranya kaum perempuan dan keluarga yang kurang mampu dapat ikut berpartisipasi, dan mengambil manfaat dari pembangunan, bersama-sama dengan kaum lelaki dan keluarga dimana mereka berada.

MPA merupakan pengembangan dari pendekatan-pendekatan partisipatif misalnya PRA yang merupakan perangkat peralatan dan metode yang selama bertahun-tahun telah terbukti efektif untuk membuat masyarakat berpartisipasi. MPA mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1. MPA merupakan metode yang ditujukan baik kepada instansi pelaksana maupun kepada masyarakat untuk mencapai kondisi pengelolaan sarana yang berkesinambungan dan digunakan secara efektif. Dirancang sedemikian rupa untuk melibatkan pihak yang berkepentingan (stakeholder) utama dan menganalisis keberadaan masyarakat yang memiliki 4 komponen penting: lelaki miskin, perempuan miskin, lelaki kaya, perempuan kaya.
2. MPA menggunakan satu set indikator yang “sector specific” untuk mengukur kesinambungan, kebutuhan, gender dan kepekaan akan kemiskinan. Masing-masing diukur dengan menggunakan urutan alat partisipatifi pada masyarakat, instansi pelaksana dan pembuat kebijakan. Hasil dari penilaian pada tingkat masyarakat dibawa oleh wakil-wakil masyarakat pengguna dan instansi pelaksana ke dalam rapat pihak berkepentingan (stakeholder), dengan tujuan untuk secara bersama mengevaluasi faktor-faktor kelembagaan yang berpengaruh pada dampak proyek dan kesinambungan pada tingkat lapangan. Hasil dari penilaian kelembagaan digunakan untuk melakukan peninjauan ulang atas kebijakan pada tingkat program atau tingkat nasional.
3. MPA menghasilkan sejumlah data kualitatif tingkat desa, sebagiannya dapat dikuantitatifkan kedalam sistem ordinal oleh para warga desa itu sendiri. Data kuantitatif ini dapat dianalisis secara statistik.
4. Dengan cara ini kita dapat mengadakan analisis antar masyarakat, antar proyek dan antar waktu, serta pada tingkat program. Dengan demikian MPA dapat digunakan untuk menghasilkan informasi manajemen untuk proyek skala besar dan data yang sesuai untuk analisis program.
Perencanaan Non Partisipatif

Sistem perencanaan pembangunan nasional dalam SPPN mencakup lima pendekatan dalam seluruh rangkaian perencanaan, yaitu pendekatan: (1) politik; (2) teknokratik; (3) partisipatif; (4) atas-bawah (top-down); dan (5) bawah-atas (bottom-up) .

Model Perencanaan Top-Down merupakan bentuk perencanaan yang non partisipatif yang dilaksanakan oleh sekelompok elit politik, melibatkan lebih banyak teknokrat, mengandalkan otoritas & diskresi.
Argumentasi top-down:– Efisiensi, Penegakan aturan (enforcement), Konsistensi input-target-output , Publik/masyarakat masih sulit dilibatkan.

Pendekatan teknokratik adalah pendekatan dalam perencanaan yang non partisipatif

• Teknokrasi secara etimologis berasal dari kata-kata techné (teknik) dan kratein (memerintah). Teknokrasi ialah pemerintahan yang menekankan pentingnya prinsip-prinsip teknologi, seperti efisiensi, kuantifikasi, produktivitas, perencanaan, dan penggunaan kiat, serta SOTA (state of the art).
• Pembangunan yang teknokratik menempatkan pemerintah sebagai pihak yang secara mutlak berwenang untuk merencanakan dan melaksanakan pembangunan untuk kepentingan publik, berdasarkan pertimbangan-pertimbangan teknis dari pemerintah sendiri.
• Model ini biasanya berafiliasi dengan pola pembangunan top-down, dimana pemerintah berwenang mengatur masyarakat dan tingkat pemerintahan dibawahnya dengan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan dari pemerintah itu sendiri.
• Dalam pembangunan teknokratis, yang diutamakan adalah pertimbangan teknis dan keilmuan dari pemerintah dalam membangun fondasi argumentatif strategi pembangunan.

MUSRENBANG PROPINSI DIY

Bappeda menindaklanjuti pelaksanaan Forum SKPD dengan MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) tingkat Provinsi di Hotel Santika (14/04/2009). Pertemuan ini menurut Laporan Panitia Musrenbang yang diwakili oleh Kepala Bappeda Provinsi DIY Ir. Setyoso Hardjowisastro, MSi diikuti oleh lebih dari 78 instansi/lembaga/SKPD lingkup Provinsi DIY dengan tujuan untuk mensinergikan, mensinkronisasikan, dan menselaraskan, antara Renja SKPD, Rancangan RKPD Provinsi, RKPD Kabupaten/Kota, Rancangan Renja-KL, dan RKP dengan berbagai sumber dana yang akan dipergunakan. Selain itu, tambah kepala Bappeda “ ada 37 persen dari 32 wakil adalah perempuan yang merupakan wakil dari forum SKPD”.
Gubernur Provinsi DIY Hamengku Buwono X dalam sambutannya yang diwakili oleh Sekda Provinsi DIY Ir. Tri Hardjun Ismaji, MSc mengatakan “ MUSRENBANG DIY Tahun 2009 dengan tema: “Peningkatan kesejahteraan masyarakat dan daya saing daerah berbasis keungggulan lokal” merupakan kesinambungan tema Musrenbang tahun 2008”.
Adapun Prioritas Pembangunan DIY pada Tahun 2010 adalah: Pertama, Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia melalui peningkatan akses dan mutu pelayanan dasar serta pengembangan pelestarian nilai-nilai budaya luhur; kedua, Peningkatan Keunggulan Ekonomi Lokal yang Kreatif melalui pemberdayaan masyarakat, fasilitasi dan pengembangan jejaring; ketiga, Peningkatan Tata Kelola Pemerintahan yang Baik melalui peningkatan profesionalisme dan jejaring kemitraan antar pemangku kepentingan; keempat, Peningkatan Pelayanan Publik melalui penataan kawasan dan peningkatan sarana prasarana.
Untuk mewujudkan tema dengan prioritas-prioritas tersebut, ditempuh dengan pengarusutamaan, yaitu pro rakyat miskin, pro lapangan pekerjaan, pro lingkungan hidup, berwawasan gender, partisipasi masyarakat, pembangunan berkelanjutan, tata pengelolaan yang baik, pengurangan kesenjangan antar wilayah, percepatan pembangunan daerah tertinggal, dan tanggap bencana.
Perencanaan dan penganggaran merupakan proses terintegrasi yang paling krusial dalam penyelenggaraan pemerintahan, karena berkaitan dengan tujuan Pemerintah untuk mensejahterakan rakyat, sehingga bisa dimengerti, jika mutu dan keandalan perencanaan yang tercermin pada besarnya anggaran harus memberikan kontribusi yang signifikan dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat. Oleh sebab itulah, Pemerintah Provinsi DIY mengembangkan prinsip-prinsip penyelenggaraan anggaran yang digerakkan oleh misi yang berorientasi pada ke empat prioritas tadi.
Dalam penanganan program pengentasan kemiskinan kita harus mengidentifikasi terlebih dahulu penyebab terjadinya kemiskinan, yaitu seperti kenaikan jumlah penduduk miskin dan pergeserannya ke perdesaan. Sebab lain dampak gempa, rendahnya tingkat pendapatan yang tidak bisa menutup biaya hidup, karena mahalnya harga kebutuhan sehari-hari, serta tidak tersedianya lapangan kerja yang mengakibatkan meningkatnya jumlah penganggur.
Selama ini, Pemda DIY menerapkan konsep Pemberdayaan Masyarakat Perdesaan melalui bantuan dana langsung per desa. Dengan mengevaluasi pelaksanaan program pengentasan kemiskinan terdahulu, kini dilakukan perubahan paradigma pemberdayaan, karena masyarakat miskin pada akhirnya harus mampu menolong dirinya sendiri.
Program bantuan langsung ke Desa adalah untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam upaya meningkatkan kesejahteraan oleh mereka sendiri. Fungsi Pemerintah adalah memfasilitasi kebutuhan-kebutuhan dan menyiapkan aturan-aturan, agar benturan kepentingan dapat dikurangi.
Selain itu, masih banyak permasalahan di DIY yang memerlukan jawaban yang juga menjadi prioritas pembangunan. Permasalahan tersebut antara lain belum meratanya akses dan kualitas pendidikan dan kesehatan, banyaknya kredit UMKM khususnya yang macet yang mengakibatkan rendahnya daya saing produk-produk DIY, kurangnya realisasi investasi langsung, dan belum optimalnya reformasi birokrasi.
Prioritas-prioritas pembangunan tadi disusun dengan pertimbangan, bahwa program dan kegiatan pokoknya bersifat realistis, penting dan mendesak serta memiliki dampak nyata, terukur dan langsung dirasakan oleh masyarakat.
Pada akhir sambutan, Gubernur Provinsi DIY Hamengku Buwono X berharap “ agar usulan-usulan yang disampaikan melalui Forum SKPD lalu, dalam forum ini difokuskan untuk benar-benar mensinergikan, mensinkronisasikan, dan menselaraskan, antara Renja SKPD, Rancangan RKPD Provinsi, RKPD Kabupaten/Kota, Rancangan Renja-KL, dan RKP”.
Setelah sambutan dan sekaligus arahan kemudian ditampilkan 4 pemapar pada session I dengan moderator Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Drs. Tavip Agus Rayanto, MSi. Pemapar I Kepala Bapeda Provinsi DIY Ir. Setyoso Hardjowisatro, MSi tentang rancangan awal RKPD Provinsi DIY tahun 2010, pemapar II dari Depdagri Bapak Hasibuan menyampaikan arahan kebijakan pemerintah di tahun 2010, pemapar III dari Bappenas Bapak Wahyu menyampaikan Rancangan Awal RKP Tahun 2010 dan pemapar terakhir dari Depkeu Dirjen Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Bapak Budi Sitepu menyampaikan tentang Dana APBN ke Daerah Peluang Dana Perimbangan dan Dana Lainnya dari Pemerintah Pusat untuk Pengembangan Sumberdaya Lokal.
Beberapa hal yang menjadi perhatian dalam diskusi antara lain perlunya penajaman COR tentang keistimewaan DIY; perhatian pada pengangguran terdidik yang cukup tinggi; perhatian pada tiga pilar yaitu pendidikan, pariwisata dan budaya; perhatian terhadap penurunan peringkat IPM; perhatian terhadap peringkat 20 PDRB Provinsi DIY dibandingkan dengan provinsi lain; serta perlunya pemunculan pelibatan swasta dan masyarakat selain pemerintah dan pemerintah daerah dalam MUSRENBANG.
Pada session II ditampilkan 5 narasumber dari kabupaten/kota dengan moderator assisten perekonomian dan pembangunan Dra. Suhartuti Sutopo M.Apoth. Kelima narasumber membawakan tema dan prioritas RKPD tahun 2010 terhadap masing-masing kabupaten/kota. Dari Kabupaten Gunungkidul dipaparkan langsung oleh Sekda Kabupaten Gunungkidul, sedangkan yang lain dipaparkan oleh masing-masing kepala Bappeda.
Beberapa hal yang menjadi perhatian diskusi antara lain komitmen dari seluruh kabupaten dalam rangka membangun Provinsi DIY seperti pemanfaatan RPH, agrowisata, RPA dll; Gunungkidul sebagai pusat pangan dan teknologi pangan; adanya aduan-aduan karena persaingan antara pasar modern dan tradisional; perlunya sinergisitas/integrasi pariwisata dari kabupaten sampai dengan provinsi; pelayanan satu atap; perhatian terhadap keunggulan local seperti batik, dan alih fungsi lahan yang cukup tinggi.
Acara diakhiri oleh Assisten Perekonomian dan Pembangunan Dra. Suhartuti Sutopo dengan harapan proses perencanaan pembangunan ini dapat menjadikan pelaksanaan pembangunan yang lebih baik guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat di Provinsi DIY.
Acara di Santika ini, akan dilanjutkan secara lebih rinci di hari berikutnya dengan mengacu kepada 4 prioritas pembangunan




















DAFTAR PUSTAKA




Agusta, I. 2007. Aneka Metode Partisipasi Untuk Pembangunan Desa. Blogspot http://iagusta.blogspot.com/. Sosiolog Pedesaan Institut Pertanian Bogor.

Cahyono. B.Y. 2006. Metode Pendekatan Sosial Dalam Pembangunan Partisipatif.

Dayal. R. Christine van Wijk, and Nilanjana Mukherjee. 2000. Methodology for Participatory Assessments with Communities, Institutions and Policy Makers.

Mahmudi, A. 2004. Metode Penelitian Kritis dan Prinsip-prinsip Participatory Action Research (PAR). Jurnal Inovasi Pendidikan Tinggi Agama Islam Swara Ditpertais: No. 19 Th. II, 15 November 2004.
.
Saharia. 2003. Pemberdayaan Masayarakat Di Pedesaan Sebagai Salah Satu Upaya Pemanfaatan Potensi Sumberdaya Manusia Secara Optimal..

Suharto, E. 2002. Metodologi Pengembangan Masyarakat. Community work in New Zealand.

Suzetta, P. 2007. Perencanaan Pembangunan Indonesia. Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala BAPPENAS.

Thoyib, M. 2007. Model pembelajaran partisipatif. Website. Departemen Sosial RI.

Slamet, M. 2003. Membentuk Pola Perilaku Manusia Pembangunan. IPB. Press. Bogor.

Solihin, D. 2006. Perencanaan Pembangunan Partisipatif. Makalah disampaikan pada Pelatihan Aparatur Pemerintahan Daerah. Jakarta, 27 Desember 2006. Sekolah Tinggi PemerintahanAbdiNegara.